Apakah anda perokok? Kalo iya, apakah
anda sudah mengetahui bagaimana rokok ini bermula di Indonesia. Sekedar
untuk mengingatkan atau paling tidak mengetahui sejarah rokok di
IndonesiaDari segi bahan, rokok mempunyai
beberapa istilah. Yang dimaksud dengan rokok atau sigaret adalah terbuat
dari daun tembakau, dan kretek adalah rokok dengan aroma dan rasa
cengkeh.
Jadi rokok kretek adalah rokok yang
dibuat dari daun tembakau dan mempunyai campuran aroma dan rasa cengkeh.
Masyarakat Jawa sebagai perokok pertama, juga mengenal istilah rokok
putih, sebutan untuk rokok tanpa cengkeh ( Joglosemar, 2003 )
Ada pula istilah rokok klobot yang
terbuat dari daun jagung kering yang diisi dengan daun tembakau murni
dan cengkeh.
Haji Jamhari diyakini sebagai pencipta
rokok kretek dan mempopulerkannya pada sekitar tahun 1880. Rokok kretek
buatannya sangat ampuh sebagai obat dengan racikan khas cengkeh dan
tembakau. Haji Jamhari meninggal dunia pada tahun 1890, ketika sejumlah
warga Kudus mulai mengikuti jejaknya membuat dan menjual rokok kretek,
yang waktu itu masih dibungkus daun jagung kering dan disebut rokok
klobot sesuai istilahnya dari dulu sampai sekarang.
Adalah M Nitisemito yang juga dipercaya
sebagai penemu dari rokok kretek ( Joglo Semar , 2003 ) M Nitisemito
berasal dari Kudus, sekitar 50 km arah timur Semarang, Jawa Tengah.
Sekitar tahun 1906, Nitisemito menderita
batuk dan asma yang tak kunjung sembuh. Dikarenakan keputusasaan dalam
menghadapi sakitnya, ia mencampur tembakau dicampur dengan cengkeh yang
telah digiling dan dibungkus dengan daun jagung kering yang kemudian
disebutnya sebagai rokok klobot.
Nitisemito pun merasa sehat setelah
merokok klobot tersebut dan bermaksud menularkan kebiasaannya tersebut
secara luas kepada masyarakat.
Terlepas dari siapa yang menemukan rokok
kretek untuk pertamakalinya, M Nitisemito adalah orang pertama yang
memperdagangkan rokok kretek dengan kemasan dan diberi merek.
Sebelumnya, Nitisemito hanyalah seorang
priyayi yang senang merokok klobot sekaligus sebagai pedagang tembakau.
Perkenalannya dengan dunia usaha rokok berawal dari pertemuannya dengan
Nasilah, yang seorang pembuat dan penjual rokok klobot. Para
pelanggannya adalah para buruh, penjaja, atau pedagang kaki lima dan
sais dokar yang ada disekitar rumahnya.
Jalinan kerjasama antara Nitisemito dan
Nasilah yang kemudian menjadi suami istri inilah merupakan titik balik
sejarah industrialisasi rokok kretek di Indonesia. Dibawah bendera
perusahaannya, NV Bal Tiga, Nitisemito menjual rokok kretek tersebut
dengan merk Bal Tiga yang bermoto : “Djangan Loepa Saja Poenja Nama”.
Inilah rokok kretek pertama di Indonesia
yang dicetak dengan baik dan menggunakan merk. Namun nasib perusahaan
Nitisemito tak semulus perkembangan rokok kretek ciptaannya.
Perusahaannya mengalami bangkrut pada tahun 1953, disebabkan karena
ketidak mampuannya bersaing dengan pesaing yang semakin banyak menyusul
tumbuh pesatnya industri rokok kretek ( Joglosemar, 2003 )
Selain Bal Tiga, tercatat merek lain
yang muncul hampir bersamaan di Kudus. Pada tahun 1913 berdirilah
perusahaan rokok Goenoeng dan Klapa yang didirikan oleh M Atmowijoyo.
Namun M Atmowijoyo tidak mengubah
usahanya menjadi sebuah industri seperti halnya yang dilakukan oleh M
Nitisemito. Hingga saat ini, perusahaan yang memproduksi merek Goenoeng
dan Klapa masih memproduksi rokok klobot yang dibuat dengan tangan dan
diikat dengan tali rami
Sejarah juga mencatat sejumlah
perusahaan yang mengikuti jejak Nitisemito mendirikan industri rokok.
Perusahaan rokok tersebut antara lain Nojorono yang didirikan tahun
1932.
Nojorono dibangun oleh Tjoa Kang Hay dan
dua kakaknya yaitu Tan Tjiep Siang dan Tan Kong Ping dengan nama
perusahaan Trio. Produk-produk yang dihasilkan antara lain adalah
Astrokoro, 555, dan Kaki Tiga.
Beberapa waktu kemudian Tjoa Kang Hay
meninggalkan perusahaan Trio untuk kemudian bekerjasama dengan pengusaha
dari Kudus yaitu Ko Djie Siong dan Tan Djing Dhay untuk mendirikan
perusahaan Nojorono. Produk yang masih terkenal sampai saat ini adalah
Minak Djinggo
Perkembangan pabrik rokok kretek pun
lebih banyak berkembang di pulau Jawa.
Tercatat beberapa pabrik rokok besar di
pulau Jawa misalnya Djambu Bol yang didirikan tahun 1937 oleh Haji
Roesjdi Ma’roef, Sukun, Jarum di Jawa Tengah serta Bentoel, Gudang
Garam, dan Sampurna di Jawa Timur
Termasuk beberapa pabrik kecil lainnya
misalnya Menara di Solo, Retjo Pentoeng di Kediri, atau Pompa di
Semarang
Hal ini menunjukkan bahwa rokok
merupakan lahan usaha yang berkembang pesat dan menjanjikan dalam bidang
perekonomian, baik bagi pengusaha, maupun bagi pemerintah dengan
pendapatan dari pajaknya .