Kasus
pertukaran antara pencuri ikan dari Malaysia dengan aparat Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ditangkap oleh Polair Malaysia yang
dilakukan oleh pemerintah RI bikin gemes banyak fihak. Seolah-olah harga
diri kita tercabik-cabik oleh ulah negeri jiran ini. Mulai dari kasus
klaim karya seni budaya RI sampai dengan ribetnya masalah perbatasan.
Simak saja pendapat Slamet Effendi Yusuf, ketua PBNU berikut ini
misalnya…
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf tak setuju jika larangan bepergian (travel advisory) dari pemerintah Malaysia kepada warganya sebagai ancaman untuk Indonesia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf tak setuju jika larangan bepergian (travel advisory) dari pemerintah Malaysia kepada warganya sebagai ancaman untuk Indonesia.
“Itu bukan ancaman. Itu kan buat warga Malaysia, kalau mereka
dilarang ke sini ya enggak apa-apa kan?” ujar Slamet kepada INILAH.COM,
saat ditemui di kantornya, Jumat (27/8).
Namun Slamet menyesalkan memanasnya situasi hubungan Indonesia dengan
Malaysia akibat penangkapan aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) oleh Polisi Air Malaysia.
“Yang pertama, kita sesalkan kenapa aparat Indonesia mau ikut begitu
saja ke kapal polisi Malaysia. Yang kedua kenapa pemerintah dengan
sangat mudah melepas dan membarter nelayan pencuri ikan itu dengan
aparat yang ditangkap,” kata Slamet.
Menurut Slamet, seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih tegas
dengan permasalahan ini. Menyelesaikan masalah diplomasi ini dengan
perundingan. “Karena masalahnya pemerintah sendiri tidak yakin. Saya
menyesalkan sikap pemerintah yang kurang responsif. Pemerintah harus
tegas, kalau tidak itu menunjukkan pemerintah ini lemah,” tegasnya.
[mut/nic]
Maka kita menjadi ingat ketika zaman pemerintahan Soekarno, beliau
dengan tegas mengobarkan semangat membela harga diri bangsa dengan
ungkapan terkenalnya “GANYANG MALAYSIA”. Dan inilah pidato beliau…
Pada 20 Januari 1963, Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Bangsa ini tidak terima dengan tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia, Garuda.
Pada 20 Januari 1963, Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Bangsa ini tidak terima dengan tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia, Garuda.
Untuk balas dendam, Presiden Soekarno melancarkan gerakan yang
terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamirkan gerakan
Ganyang Malaysia melalui pidato pada 27 Juli 1963. Berikut isinya:“
Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot
Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau
diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu
untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita
tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih
memiliki martabat.
Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Ganjang… Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!
Bisa terbakar semangat patriotisme bangsa Indonesia mendengar pidato Soekarno itu. Kedaulatan Indonesia dianggap harga mati bagi Proklamator Republik Indonesia itu. Lalu bagaimana ketegasan pemerintahan sekarang?
Baca Juga Yang Lainnya Tentang :
Bisa terbakar semangat patriotisme bangsa Indonesia mendengar pidato Soekarno itu. Kedaulatan Indonesia dianggap harga mati bagi Proklamator Republik Indonesia itu. Lalu bagaimana ketegasan pemerintahan sekarang?