Ilustrasi "curhat dalam mimpi ni gan" hhe |
MANUSIA tak bisa hidup sendiri. Secara naluri, manusia
membutuhkan orang lain sebagai teman berbagi cerita. Selain dengan
manusia, Tuhan pun teman berbagi yang tak kalah hebat.
Setiap orang perlu sharing alias curhat. Lewat curhat, kita memiliki cara pandang berbeda dari diri sendiri terhadap suatu masalah dan penyelesaiannya.
“Curhat memperkaya pikiran kita. Kadang-kadang, saat kita bisa dapat sudut pandang dari orang lain, kita bilang, ‘Iya ya, cara pandang itu kayaknya pas buat saya.’ Akhirnya, kita bisa menyelesaikan masalah yang mungkin kalau dipendam sendiri, kita belum menemukan solusinya,” terang Dr Ashwin Kandouw, psikiater dari Rumah Sakit Pondok Indah usai bedah buku It’s Complicated; Teman Sharing Ketika Hubungan Menjadi Rumit di Kinokuniya Books, Plasa Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Curhat, tegas Dr Ashwin, punya manfaat lebih banyak, asalkan disampaikan kepada orang yang tepat. Ia memaparkan ciri orang yang tepat untuk dijadikan teman curhat.
“Pertama, terutama, dia bisa jaga rahasia kita, menghargai pendapat, bisa kasih cara pandang berbeda dari yang kita cara pandang kita. Kalau sama, ya enggak solutif dong,” ujarnya.
Mendapatkan teman curhat yang tepat butuh proses pencarian. Dan saat kita menemukan orang yang membuat kita nyaman berbagi cerita, pencarian pun berakhir.
“Mencari teman curhat adalah proses searching seperti halnya mencari sahabat. Yang tadinya kita pikir dia bisa jadi sahabat, ternyata enggak. Pada akhirnya kita merasa nyaman dengan orang tersebut. Akan ketemu nantinya, kita merasa nyaman cerita dengannya. Yang penting, masukannya memberi manfaat untuk kita,” tambahnya.
Dr Ashwin menuturkan, konselor mungkin dilibatkan bila masalah yang ada terasa berat diselesaikan sendiri, atau juga oleh lingkaran terkedat, seperti teman curhat dan keluarga.
“Kalau dirasakan bahwa teman-teman tidak bisa memberi solusi seperti yang diharapkan, mungikin profesional bisa menjadi pilihan. Jam terbang mereka lebih banyak, mereka juga sudah menghadapi bermacam-macam masalah. Pilihan solusi lebih banyak. Tapi kan enggak selalu tiap ada masalah, terus ke konselor,” sarannya.
Dr Ashwin turut menjelaskan efek negatif orang yang tidak biasa curhat.
“Tertahan masalahnya karena dia enggak pernah dapat cara pandang yang lain untuk menyelesaikan masalah. Makin besar, dipendam, suatu saat jadi problem, entah gangguan tidur, cemas, depresi, macam-macam. pada akhirnya bisa sakit jiwa, kemungkinan itu ada. Prosesnya tiap orang berbeda, tergantung ketahanan masing-masing orang,” jelasnya.
Curhat vertikal
Lantas, bagaimana curhat vertikal alias doa yang kita panjatkan kepada Tuhan? Bukankah salah satu komunikasi yang baik?
“Itu memang yang paling baik dan efektif karena Tuhan pasti menjawab. Tapi, jawabannya kan bukan kayak teman. Jawaban Tuhan lebih kepada hidayah yang tidak semua orang bisa mengerti. Dan, enggak semua orang cukup sabar untuk mengerti dan dapat jawabannya,“ katanya
Baca Juga Yang Lainnya Tentang :
Setiap orang perlu sharing alias curhat. Lewat curhat, kita memiliki cara pandang berbeda dari diri sendiri terhadap suatu masalah dan penyelesaiannya.
“Curhat memperkaya pikiran kita. Kadang-kadang, saat kita bisa dapat sudut pandang dari orang lain, kita bilang, ‘Iya ya, cara pandang itu kayaknya pas buat saya.’ Akhirnya, kita bisa menyelesaikan masalah yang mungkin kalau dipendam sendiri, kita belum menemukan solusinya,” terang Dr Ashwin Kandouw, psikiater dari Rumah Sakit Pondok Indah usai bedah buku It’s Complicated; Teman Sharing Ketika Hubungan Menjadi Rumit di Kinokuniya Books, Plasa Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Curhat, tegas Dr Ashwin, punya manfaat lebih banyak, asalkan disampaikan kepada orang yang tepat. Ia memaparkan ciri orang yang tepat untuk dijadikan teman curhat.
“Pertama, terutama, dia bisa jaga rahasia kita, menghargai pendapat, bisa kasih cara pandang berbeda dari yang kita cara pandang kita. Kalau sama, ya enggak solutif dong,” ujarnya.
Mendapatkan teman curhat yang tepat butuh proses pencarian. Dan saat kita menemukan orang yang membuat kita nyaman berbagi cerita, pencarian pun berakhir.
“Mencari teman curhat adalah proses searching seperti halnya mencari sahabat. Yang tadinya kita pikir dia bisa jadi sahabat, ternyata enggak. Pada akhirnya kita merasa nyaman dengan orang tersebut. Akan ketemu nantinya, kita merasa nyaman cerita dengannya. Yang penting, masukannya memberi manfaat untuk kita,” tambahnya.
Dr Ashwin menuturkan, konselor mungkin dilibatkan bila masalah yang ada terasa berat diselesaikan sendiri, atau juga oleh lingkaran terkedat, seperti teman curhat dan keluarga.
“Kalau dirasakan bahwa teman-teman tidak bisa memberi solusi seperti yang diharapkan, mungikin profesional bisa menjadi pilihan. Jam terbang mereka lebih banyak, mereka juga sudah menghadapi bermacam-macam masalah. Pilihan solusi lebih banyak. Tapi kan enggak selalu tiap ada masalah, terus ke konselor,” sarannya.
Dr Ashwin turut menjelaskan efek negatif orang yang tidak biasa curhat.
“Tertahan masalahnya karena dia enggak pernah dapat cara pandang yang lain untuk menyelesaikan masalah. Makin besar, dipendam, suatu saat jadi problem, entah gangguan tidur, cemas, depresi, macam-macam. pada akhirnya bisa sakit jiwa, kemungkinan itu ada. Prosesnya tiap orang berbeda, tergantung ketahanan masing-masing orang,” jelasnya.
Curhat vertikal
Lantas, bagaimana curhat vertikal alias doa yang kita panjatkan kepada Tuhan? Bukankah salah satu komunikasi yang baik?
“Itu memang yang paling baik dan efektif karena Tuhan pasti menjawab. Tapi, jawabannya kan bukan kayak teman. Jawaban Tuhan lebih kepada hidayah yang tidak semua orang bisa mengerti. Dan, enggak semua orang cukup sabar untuk mengerti dan dapat jawabannya,“ katanya