Terbelalak mata saya yang tidak terlalu lebar ini, demi membaca koran Kompas, Jumat (31/7) halaman 23. Sebuah berita di pojok kiri bawah berjudul “Delapan Naskah Asli Tonil Bung Karno Diduga Hilang”. Begini isi beritanya:
Delapan naskah asli tonil karya Bung Karno, Presiden Pertama RI yang dibuat dalam masa pembuangan politik di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur tahun 1934 – 1938, diduga hilang. Delapan naskah itu berjudul: Rahasia Kelimutu, Rendo, Jula Gubi, KutKuthi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dijnamiet, dan Dr. Syaitan.
Hal itu dinyatakan peneliti Yuke Ardhiati di Situs Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Kamis (30/7), seusai bertemu dengan pengelola Situs Bung KArno, Shafrudin Pua Ita. ….. (dst).
Pada bagian lain berita itu, paragraf ke enam, tertulis: … Di halaman 63 buku Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara (2006) tertera tanda terima naskah tonil tulisan Bung Karno selama di Ende tahun 1934-1938 dari Yusuf Ibrahim sebagai wakil kawan-kawan Bung Karno di Ende kepada Rahmawati Soekarnoputri.
Namun, naskah tonil tidak ditemukan di Yayasan Bung Karno di Jakarta. Rahmawati Soekarnoputri menyatakan kepada Yuke bahwa berkas naskah tonil tercecer sejak petugas yayasan yang mengelola koleksi, Bagin, meninggal beberapa tahun lalu.
Seketika saya teringat kepada buku “Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno” karya Peter A. Rohi. Saya sendiri menerima pemberian buku itu dari sang penulis saat jumpa di Bali Maret 2005. Ingatan saya pada bagian akhir buku tadi yang memuat naskah-naskah tonil karya Bung Karno.
Segera saya buka-buka buku tadi, dan benar, di sana tersaji empat dari delapan naskah yang diberitakan hilang tadi. Empat nakah yang dimaksud masing-masing: Dokter Syaitan, Aero Dijnamiet, Anak Haram Djadah, dan Rahasia Kelimutu. Peter mendapatkan naskah-naskah tadi dari Rahmawati Soekarnoputri.
Saya sendiri jadi mereka-reka raibnya naskah tonil karya Bung Karno. Dugaan saya, fakta bahwa Yusuf Ibrahim telah menyerahkan naskah-naskah itu kepada Rahmawati, adalah valid. Rahmawati sendiri tidak membantah, bahkan ia menyebutkan, naskah tadi tercecer sejak Bagin meninggal dunia. Itu artinya, Rahmawati Soekarnoputri, anak Bung Karno sendiri yang seharusnya paling bertanggung jawab terhadap keberadaan naskah-naskah asli tonil karya bapaknya.
Lebih aneh, Guruh Soekarnoputra yang sekarang memimpin Yayasan Bung Karno, sepertinya tidak tahu kalau naskah-naskah itu ada pada mbakyu-nya. Alih-alih bertanya kepada Rahma, kakaknya, ia malah menugaskan peneliti Yuke berangkat ke Ende.
kirim komentar anda melalui emai disini