Ciuman hangat dari kedua orang tua pada si buah hatinya, secara tidak langsung dapat mengasah kecerdasan emosi bagi sang anak.
"Yang dimaksud di sini adalah ciuman yang menunjukkan rasa kasih sayang pada anak. Bisa dilakukan kapan saja, semakin sering maka semakin baik," kata Rusdiah Agustina SPsi, SPdI, konsultan psikologi anak dan keluarga, di Gorontalo.
Ia menyebutkan, tidak hanya ciuman, namun pelukan atau belaian dan kata-kata lembut juga dapat menstimulasi kecerdasan emosi sang anak.
Selain itu juga pujian, tepuk tangan, atau ucapan terima kasih atas perilaku baik yang ditunjukkan oleh anak, juga dapat menunjang hal tersebut.
Semua itu, lanjut dia, dapat dilakukan orang tua kepada anaknya yang usia balita maupun setelahnya.
"Ciuman dan pujian adalah bentuk penghargaan terhadap anak. Dengan begitu, dia akan merasa sangat dihargai oleh orang tuanya, dan memacunya untuk melakukan hal positif," kata pengasuh acara psikologi anak dan keluarga di Radio Kosmonita FM Gorontalo itu.
Dikatakan, jika sang anak berbuat hal negatif, atau sesuatu yang membahayakan dirinya maupun orang lain, maka sebaiknya orang tua tidak serta merta mengeluarkan kata-kata keras atau kasar terhadapnya.
"Berikan dia nasehat dengan bahasa sederhana sambil dibelai atau dipeluk," kata dia.
Selain itu, pemberian hukuman juga dinilainya perlu, sepanjang itu bersifat mendidik, dan tidak dilakukan secara fisik, ujar Rusdiah menambahkan.
Beberapa potensi genetik dapat diramalkan, beberapa lainnya tidak. Melihat bayi baru lahir memberikan sensasi tersendiri. Tak hanya kita dibuat gemas melihat wajahnya yang imut-imut, namun juga mendiskusikan dengan semangat si kecil ini mirip siapa. "Matanya mirip banget dengan mamanya. Tapi hidungnya jelas punya ayahnya!" "Wah, wah... tangisannya keras banget. Kayaknya bakal jadi pemarah nih. Mungkin nurun dari ayahnya!"
Setiap bayi yang dilahirkan memang memiliki sifat-sifat yang diturunkan dari ayah atau ibu atau dari garis keturunan kedua orangtuanya; apakah nenek-kakeknya yang kemudian lewat orangtuanya diturunkan pada anak. Ini yang disebut dengan potensi genetik; sifat-sifat yang akan terus melekat dan akan diturunkan pada generasi selanjutnya. Contoh, kulit bayi yang putih padahal kedua orangtuanya berkulit sawo matang bisa saja didapat dari neneknya yang ternyata memiliki warna kulit terang.
Potensi fisik merupakan potensi genetik yang paling jelas terlihat. Potensi ini, terutama potensi tinggi badan, juga dapat diprediksi. Potensi lain yang dapat "diramal" sayangnya adalah penyakit yang diturunkan. Beberapa di antaranya diabetes, hemofilia, thalasemia, dan asma/alergi.
Sementara potensi genetik lainnya seperti emosi dan perilaku sulit untuk bisa dibuktikan apalagi diramalkan. Kalaupun si bayi tak suka tersenyum atau kalau menangis sulit ditenangkan dan hal ini dianggap mirip ayahnya yang juga jarang tersenyum, itu hanyalah dugaan (tanpa bisa dibuktikan).
POTENSI KECERDASAN
Bagaimana dengan kecerdasan seorang anak? Baik kecerdasan kognitif maupun kecerdasan majemuk lainnya seperti yang dipopulerkan Howard Gardner masih diperdebatkan asal usulnya. Apakah dipengaruhi faktor keturunan atau pengaruh lingkungan. Karena masih begitu banyak fakta yang membingungkan. Sebuah penelitian pada bayi kembar satu telur yang dipisahkan dan diasuh oleh orangtua berbeda ternyata memiliki tingkat kecerdasan yang sama. Dari sini bisa saja disimpulkan bahwa kecerdasan bukan "hasil" pengasuhan melainkan didominasi faktor genetik. Namun, beberapa penelitian justru memberikan hasil sebaliknya. Seorang anak yang cerdas (ber-IQ tinggi), karena tidak mendapat stimulasi yang optimal dalam pengasuhannya lantas tumbuh menjadi anak yang biasa-biasa saja.
Lantaran itu, hingga saat ini ahli menyimpulkan bahwa faktor potensi genetik dan peran lingkungan dalam menstimulasi kecerdasan sama pentingnya. Potensi genetik kecerdasan bila ditumbuhsuburkan dengan stimulasi lingkungan yang maksimal akan memberikan hasil optimal.
3 KEBUTUHAN POKOK
Karenanya, berapa pun potensi genetik anak, kita wajib menyediakan dan memberikan pengasuhan terbaik. Dengan demikian, semua potensi genetik positifnya akan berkembang sementara potensi genetik negatifnya dapat diredam atau dikendalikan.
Bagaimana caranya? Ada 3 hal pokok yang harus dipenuhi agar potensi genetik anak tumbuh dan berkembang secara optimal, yaitu:
1. Kebutuhan fisik-biologis. Kebutuhan ini harus dipenuhi karena berpengaruh pada pertumbuhan fisik termasuk otak, alat pengindraan dan alat gerak untuk eksplorasi lingkungan, yang pada akhirnya akan berdampak pada berbagai kecerdasan anak. Untuk pemenuhan kebutuhan ini yang diperlukan antara lain nutrisi (ASI, makanan pendamping ASI), imunisasi, kebersihan badan dan lingkungan tempat tinggal, pengobatan, stimulasi kinestetik dan bermain.
2. Kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan ini berpengaruh besar pada kemandirian dan kecer-dasan emosi anak. Antara lain: belaian, sentuhan, ciuman, rasa dilindungi, rasa aman dan nyaman, diperhatikan dan dihargai, didengar keinginan atau pendapatnya, tidak mengutamakan hukuman dan kemarahan tapi banyak memberikan contoh kasih sayang dan kegembiraan.
3. Stimulasi bermain sejak dini. Kebutuhan ini besar pengaruhnya terhadap berbagai kecerdasan anak (multiple intelligence). Stimulasi meliputi berbagai permainan yang merangsang semua indra (pendengaran, penglihatan, sentuhan, membau, mengecap), merangsang gerakan kasar dan halus, berkomunikasi, emosi-sosial, kemandirian, berpikir dan berkreasi.
Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak bayi dalam kandungan. Bila kebutuhan fisik-biologisnya tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak tercukupi maka kecerdasan emosinya juga rendah. Stimulasi bermain sehari-hari pun harus divariasikan agar perkembangan yang dialami bayi mencakup seluruh aspek kecerdasan yang ada. Dengan terpenuhi kebutuhan tersebut sejak awal, maka potensi genetik baik lainnya akan berkembang optimal.
Lalu bagaimana cara meredam potensi genetik yang negatif? Mudah saja. Selama anak diperlakukan dengan kasih sayang yang tepat, maka sifat negatif akan terpendam dan tidak berkembang. Akan halnya potensi negatif yang berhubungan dengan penyakit turunan, sejauh ini para ahli baru bisa memprediksikan. Namun, setidaknya dengan mengetahui kemungkinan penyakit bawaan tersebut, selanjutnya dapat dilakukan berbagai tindakan untuk meminimalkannya sampai pada tingkat risiko terendah.