
Kehidupan dalam kurungan, bisa menghancurkan, bahkan merobek-robek orientasi seksual seseorang. Tidak jarang kita mendengar berita dan cerita dari balik tembok penjara, ihwal maraknya praktek homoseksual, praktek percintaan sesama kelamin, pria dengan lelaki. Lelaki dengan pria.
Bung Karno merekam dengan baik kehidupan di balik tembok penjara Sukamiskin di Bandung. Termasuk praktek homoseksual yang terjadi di dalamnya. Bung Karno mengenal betul seorang narapidana berkebangsaan Belanda. Dalam otobiografinya, Bung Karno tidak menyebut nama, ia hanya menggambarkan, pria itu berambut keriting, berdada bidang.
Ia, diketahui masuk-keluar penjara karena sebab yang sama: Mencabuli pemuda-pemuda bumiputera, alias pribumi. Terakhir, ia kembali masuk sel dengan vonis empat tahun penjara. Padahal, belum lama ia menghirup udara bebas. Tapi itulah, orientasi homoseksual memang menyebabkan ia terus berpetualang mencari mangsa.
Sebelum dikirim kembali ke penjara, ia ditangkap polisi Belanda karena mencabuli sejumlah lelaki pribumi sekaligus. Entah apa yang ada di benaknya, tapi ia sungguh ceroboh. Bayangkan, sebagai lelaki bule, ia menonton bioskop di antara deretan kursi bumiputera. Di sekelilingnya adalah pemuda-pemuda bumiputera para calon mangsanya.
Ketika ia dikirim kembali ke bui, tak ada sedikit pun raut penyesalan. Seperti halnya para narapidana lain, maka ia pun mendapat tugas kerja di siang hari. Di antara sekian jenis pekerjaan, ia selalu menghendaki pekerjaan yang bisa berhimpit-himpitan dengan sesama napi pria. Sebaliknya, ia bisa menangis menjerit-jerit dan memohon-mohon untuk tidak ditempatkan di ruang kerja bagian obat. Sebab, di sana tidak ada siapa pun… sepi orang.
Alkisah, lelaki homo berambut keriting itu ditempatkan dalam sel di bawah Sukarno. Di sini, ia seperti mendapat “incaran” baru, pria tampan, muda pula. Tidak terlalu lama berbasa-basi, sebelum akhirnya pria bule itu mengajak bercinta Sukarno.
Dalam kesempatan yang sepi, Bung Karno melampiaskan keingintahuannya, “Kenapa?” tanya Bung Karno, “Kenapa engkau mau bercinta denganku?”
Dan dia menjawab, “Karena di sini tidak ada perempuan.”
Bung Karno pun mengangguk. Sampai pada jawaban itu, Bung Karno masih menemukan titik kewajaran pada diri seorang pria. Kemudian, Bung Karno pun berujar, “Memang benar. Aku sendiri juga menginginkan kawan perempuan (di sel ini), tapi bagaimana bisa?!”
Lelaki homo itu menimpali, “Yah… apalah perempuan itu kalau dibandingkan dengan lelaki?”
Bung Karno pun meradang, “Oooh… Kau sakit!”

Artikel Bung Karno Dan 17 Agustus 1945
- Bung Karno Berpidato ‘Ganyang Malaysia’ !!!
- 65 Tahun Lalu, Proklamasi Dibaca Saat Puasa
- Di Papua Merah Putih Dikibarkan Terbalik
- Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Part III
- Merumuskan Teks Proklamasi Kemerdekaan Part II
- Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia Part I
- Rahasia 17 Agustus 1945 yang tidak diajarkan di sekolah
- Rahasia Terbesar Hartini Sukarno
- Bung Karno, Singa Podium
- Detik - Detik terakhir Bung Karno
- Sukarno Setengah Dewa
- SILSILAH BUNG KARNO
- Guntur Main Yoyo Bersama Julia
- Angka 17, Angka Keramat
- Sjahrir Vs Tan Malaka Vs Bung Karno
- Sosrokartono Meramal Kebangkitan Sukarno
- Rahasia Pidato yang Memukau
- Bung Karno sebagai “Tukang Insinyur”
- Bung Karno Ingin Mencontoh Denmark
- Penyelamatan Sang Saka Merah Putih
- Menatap “Bung Karno Berdasi Merah”
- Jika Orator Menjadi Guru
- Membaca Tanda Tangan “Soekarno”
- Ratna Sari Dewi, Sang Pujaan Hati