Jalannya Republik Indonesia mengalami pasang-surut. Banyak kepentingan asing masih berniat mengobok-obok negara yang kaya sumber daya alam ini. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mendongkel pemerintahan yang sah. Salah satunya dengan menyokong pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kartosuwirjo yang mengusung idealisme mendirikan Negara Islam Indonesia.
Basis mereka adalah hutan-hutan Priangan. Mereka turun gunung melakukan aksi-aksi teror, dengan harapan mendapat publikasi internasional. Kesan yang hendak digalang adalah, pemerintah tidak becus mengelola keamanan rakyatnya.
Sementara itu, Bung Karno dengan pengaruhnya yang sangat besar, terus mengonsolidasikan persatuan dan kesatuan bangsa. Ia melakukan kunjungan ke wilayah Jawa Barat yang lain, yakni ke wilayah Banten, meliputi Rangkasbitung, Serang, dan Pandeglang. Di sini, Bung Karno menggelar rapat raksasa bertema “Persatuan”.
Seperti biasa, dalam setiap kunjungan, Presiden Sukarno secara spontan akan mendatangi rakyatnya. Seperti ketika di Rangkasbitung, ia pun menyempatkan diri untuk berkenalan lebih dekat dengan masyarakat Suku Badui. Giliran para pengawal yang harus pandai-pandai mengamankan situasi, dan menghindarkan Bung Karno dari “serbuan” rakyatnya.
Dalam kunjungannya ke Serang, 1951 itu, Bung Karno menggunakan kapal perang jenis kovert milik Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Tampak pula, Bung Karno dihadiahi cendera mata berupa kerajina tangan tradisional masyarakat Pandeglang.